Tuesday, June 11, 2013

UPACARA POTONG GIGI

Upacara adalah lapisan paling luar dari Agama, karena upacara merupakan bagian yang tak terpisahkan dari suatu kesatauan agama secara utuh.
Secara etimologi kata upacara berasal dari kata Sansekerta “Upa” dan “Cara”. “Upa” berarti sekeliling atau menunjuk kesegala dan “Cara” berarti gerak atau aktivitas. Upacara berarti gerak sekeliling kehidupan manusia atau aktivitas – aktivitas manusia dalam upayanya menghubungkan diri dengan Hyang Widhi / Tuhan Yang Maha Esa, yang dilakukan tidak awur – awuran melainkan berdasarkan kitab suci dan sastra – sastra yang di bentangkan dalam berbagai pustaka.
Dalam Agama Hindu Upacara dapat dibagi menjadi lima “Panca Yadnya” yaitu:
Dewa Yadnya, Pitra Yadnya, Rsi Yadnya, Manusa Yadnya dan Butha Yadnya.
Salahsatu Upacara yaitu Manusa Yadnya yang di bahas dalam topik ini adalah Upacara Potong Gigi.
# Pengertian Upacara Potong Gigi
Di dalam Lontar Dharma Kahuripan, Ekapratama, dan lontar Puja Kalapati, upacara potong gigi disebut “ atatah”. Sampai kini ada tiga istilah di Bali yang lazimnya digunakan untuk menyebut Upacara Potong Gigi ; “matatah”, “mepandas”, “mesangih”. Kata “ atatah” berarti pahat. Istilah metatah ini dihubungkan dengan suatu tatacara pelaksanaan upacara putong gigi yaitu kedua taring atas dan empat gigi seri pada rahang atas dipahat tiga kali secara simbolis sebelum pengasahan (perataan) giginya dilakukan lebih lanjut. Rupa – rupanya dari hal itulah muncul istilah matatah.
Mengenai istilah “Mesangih”, rupa –rupanya dimunculkan dari pada mengasah gigi seri dan taring atas dengan pengasah yaitu kikir dan sangihan –pengilap, sehingga gigi seri dan taring menjadi rata dan mengkilap. Katamesangih adalah bahasa Bali biasa dan Bali halusnya disebut Mepandes. Maka dari itulah muncul tiga istilah upacara potong gigi di Bali.
Upacara potong gigi merupakan merupakan salah satu bagian dari upacara Manusa-Yadnya yang patut untuk dilaksanakan oleh umat Hindu. Upacara ini mengandung pengertian yan dalam bagi kehidupan umat Hindu yaitu :
  1. Pergantian prilaku untuk menjadi manusia sejati yang telah dapat mengendalikan diri dari godaan pengaruh sadripu.
  2. Memenuhi kewajiban orang tuanya pada anaknya untuk menemukan hakekat manusia yang sejati
  3. Untuk bertemu kembali di Sorga antara anak dengan orang tuanya setelah sama – sama meninggal dunia.
Dari pengertian ini dapatlah, bahwa upacara potong gigi adalah suatu upacara penting dalam kehidupan umat Hindu, karena bermakna menghilangkan kotoran diri (nyupat) sehingga menemukan hakekat manusia sejati dan terlepas dari belenggu kegelapan dari pengaruh Sad Ripu dalam diri manusia.
Lontar Atmaprasangsa menyebutkan bahwa, apabila tidak melakukan upacara potong gigi maka ronya akan mendapat hukuman dari betara Yamadipati di dalam neraka (Kawah Candragomuka ) yaitu mengigit pangkal bambu petung. Terlaksananya upacara ini merupakan kewajiban orang tua terhadap anaknya, sehingga anaknya menjadi manusia sejati yang di sebut dengan Dharmaning Darma-Rena Ring Putra. Maka itulah orang tua di kalangan umat Hindu berusaha semasa hidupnya menunaikan kewajiban terhadap anaknya dengan melaksanakan upacara potong gigi. Guna membalas jasa Orang tuanya maka anak berkewajiban upacara Pitra Yadnya atau Ngaben saat orang tuanya meninggal dunia, sesuai dengan Dharmaning Putra Ring Rama Rena. Berbakti kepada orang tuanya sesuai ajara Putra Sesana.
# Tujuan Upacara Potong Gigi
  1. Menghilangkan kotoran diri dalam wujud kala, bhuta, pisaca dan raksasa dalam arti jiwa dan raga diliputi oleh watak Sad Ripu sehingga dapat menemukan hakekat manusia yang sejati.
  2. Untuk dapat bertemu kembali dengan bapa dan ibu yang telah berwujud suci.
  3. Untuk menghindari hukuman didalam neraka nanti yang dijatuhkan oleh Bhatara Yamadipati berupa mengigit pangkal bambu petung.
  4. Untuk memenuhi kewajiban orang tua kepada anaknya untuk menjadi manusia yang sejati.
# TATACARA PELAKSANAAN
Berdasarkan ketentuan dalam lontar Dharma Kahuripan dan lontar Puja Kalapati, bahwa tahapan upacara potong gigi adalah :
  1. Magumi padangan, Upacara ini juga di sebut mesakapan kepawon dan dilaksanakan di dapur.
  2. Nekeb, Upacara ini dilakukan di meten atau di gedong
  3. Mabyakala, Ini dilakukan di halaman rumah di depan meten atau gedong.
  4. Ke Merajan, atau tempat suci di dalam rumah.Urut – urutan upacara di merajan adalah :
    Mohon penugrahan kepada Bhatara Hyang Guru, Menyembah Ibu dan Bapak, Ngayab caru ayam putih, Mohon tirtha (air suci) kepada Bhatara Hyang Guru, Ngerajah gigi (Menulis gigi dengan wijaksara) dan Di pahat taringnya secara tiga kali.
  5. Menuju ketempat potong gigi, Urut – urutan upacaranya : Sembahyang kepada Bhatara Surya dan kepada Bhatara Semara dengan Bhatarai Ratih, Mohon tirtha kepada Bhatara Samara dan Bhatari Ratih. Ngayab banten pengawak di bale dangin, Metatah atau memotong / mengasah dua buah taring dan empat buah gigi seri pada rahang atas dan Turun dari tempat potong gigi, jalannya ke hilir dengan menginjak banten paningkeb.
  6. Kembali ke meten/ gedong tempat ngekeb. Bila ingin berganti pakaian, sekarang bias dilakukan
  7. Mejaya – jaya di merajan. Urutan upacaranya :
    • Mabyakala
    • Sembahyang kepada : Bhatara Surya, Leluhur dan Bhatara Samudaya.
    • Menuju ke hadapan Sang Muput Upacara, disini dilakukan meeteh – eteh persediaan : Mapyrascita, Pangrabodan, Ngayab pungun – pungun dan pajejiwan, Matirtha penglukatan, pebersihan dan kekuluh, Mejaya –jaya, Ngayab benten oton, Ngayab banten pawinten-digunakan dan Mapadamel
    • Kembali ke meten/gedong tempat ngekeb.
  8.  Mapinton ke Pura Khayangan Tiga, ke Pura Kawitan dan ke Pura lainnya yang menjadi pujaannya.
    1. Sumber : Drs. Ida Bagus Putu Purwita ;–Cet I,–Dps
      Uada Sastra, 1992.

1 comment: